![]() |
beskap |
Haaaiii...haaaiii...sugeng siang poro pengunjung blog Penjahit Asako Terong, ing wedal punika kawula bade nyerat ingkang judulipun injih punika Perbedaan Busana Adat Jogjakarta dan Surakarta kangge nambah pengetahuan panjenengan sadoyo (heee..bagi yang tidak tau artinya silahkan buka kamus Bahasa Jawa-Indonesia). Oke...oke..kembali memakai Bahasa Indonesia...Surakarta dan Jogja dulu adalah merupakan satu kesatuan daaerah di bawah pemerintahan kraton Surakarta. Setelah perjanjian Gianti, wilayah Surakarta terbagi menjadi dua yaitu wilayah Surakarta dan Jogjakarta. Walaupun dulu Jogjakarta adalah bagian dari Surakarta tapi ada beberapa perbedaan karakter antara warga Surakarta dan Jogjakarta. Begitu juga dengan pakaian adatnya.
Pada postingan kali ini saya akan menulis perbedaan-perbedaan pakaian adat Surakarta dan Jogjakarta. Silahkan di simak!
Blangkon
![]() |
blangkon Jogja |
![]() |
blangkon surakarta |
Perbedaannya
ada pada mondolan atau gelung belakang. Kalau Yogyakarta mondolannya
menonjol
dan agak besar. Sementara Solo bentuknya pipih / kempes / trepes.
Kok
bisa begitu? Masing-masing ada makna filosofis yang menarik. Pada zaman
dahulu
banyak pria Jawa yang berambut panjang sehingga banyak yang digelung ke
belakang menyatu dengan ikat kepala sehingga pada blangkon Jogja ada
mondolan
atau tonjolan di belakang tempat gelungan rambut. Ada juga yang memaknai
bahwa
gelungan itu ibarat aib yang harus disembunyikan baik aib sendiri maupun
orang
lain. Menyimpan rapat2 perasaannya sendiri demi menjaga perasaan orang
lain.
Tetap tersenyum walau hatinya menangis atau marah.. inilah sebenarnya
watak
orang jawa secara umum, jarang ada yang blak-blakan tanpa tedheng
aling-aling selalu dijaga dan dijaga karena wataknya halus.
Sedangkan di
Solo, karena lebih dekat dengan pemerintahan kolonial, orang-orang Solo
sudah
terlebih dahulu mengenal cukur. Jadi Blangkon Solo hanya mengikatkan 2
pucuk
ikatan menjadi satu. Dua ikatan ini ibarat 2 kalimat syahadat yang harus
diikat
kuat, dipegang teguh di dalam hidup.
Tentang
blangkon sendiri ada 2 filosofi. Yang pertama diletakkan di kepala agar
produk
yang dihasilkan kepala yaitu berupa ide, pemikiran, konsep haruslah
tetap
selalu dalam koridor nilai-nilai agama Islam. Jadi tidak dibiarkan bebas
begitu
saja akan tetapi diarahkan agar menjadi berkah untuk sesama. Menjadi
rahmatan
lil alamiin (rahmat seluruh semesta). Filosofi yang kedua Blangkon
ibarat
makrokosmos (Pemilik alam semesta ) sedangkan kepala adalah mikrokosmos
yaitu
makhluk bernama manusia. Artinya dalam menjalankan amanahnya sebagai
khalifah fil ardhi (pemimpin di Bumi) harus selalu tunduk dan patuh
kepada
penciptanya yaitu sang Khalik.
Surjan dan Beskap
![]() | |||||
surjan Jogja |
Perbedaan
beskap dan surjan yang paling menonjol yakni terletak pada bentuk
pemberian
kancing, pada gaya Solo bentuk kancing berada di samping akan tetapi
pada gaya
Jogja letak kancing berada lurus dari atas kebawah.
Corak
batik
Salah satu perbedaannya terletak pada
warnanya. model batik Jogja berwarna putih dengan corak hitam, sedangkan
baju
batik Surakarta berwarna kuning dengan corak tanpa putih. Penggunaan
kain baju
batik ini pun berbeda-beda. Di Kraton Jogja, terdapat aturan yang pakem
mengenai penggunaan desain busana batik ini. Untuk acara perkawinan,
kain batik
yang digunakan haruslah bermotif Sidomukti, Sidoluhur, Sidoasih,
Taruntum,
ataupun Grompol. Sedangkan untuk acara mitoni, kain batik yang boleh
dikenakan
adalah kain batik bermotif Picis Ceplok Garudo, Parang Mangkoro, atau
Gringsing
Mangkoro.
Batik keraton Yogyakarta dan Surakarta
berasal dari sumber yang sama,yakni pola batik Keraton Mataram. Tak
heran bila
banyak pola keduanya yang sama,meski dalam perkembangannya ada juga
bedanya.
Banyak kesamaan pola,meski namanya berbeda. Pola yang di Surakarta
disebut
Parang sarpa, di Yogyakarta dikenal sebagai golang galing. Pola liris
cemeng di
Surakarta, di Yogyakarta disebut rujak senthe. Satu perbedaan yang
sangat nyata
adalah dalam hal mengenakan wastra batik pola parang dan lereng. Pada
gaya
Surakarta,wastra batik dililitkan dari kanan atas miring ke kiri
bawah,sedangkan gaya Yogyakarta miring dari kiri atas ke kanan
bawah.Selain
itu, Perbedaan batik Yogyakarta dan Surakarta yaitu terletak pada:
Jalur miring desain parang di Solo
jalannya dari kiri atas ke kananØ
bawah, sedangkan di Yogyakarta dari kanan atas ke kiri bawah. Batik yang
bermutu baik hampir tidak ada perbedaaan antara bagian depan dan bagian
belakang. Karena itu bisa dipakai bolak-balik. Perbedaan hanya akan
nyata kalau
si pemakai mengenal tradisinya dan mengikuti cara memakainya.
Perbedaan yang lain adalah warna
dasarnya. Di Yogyakarta ialahØ
penggunaan
motif-motif geometris. Para penyelidik mendapatkan bahwa banyak diantara
desain-desain geometris klasik ini juga terdapat pada obyek-obyek kuno
yang
banyak diantaranya sudah lebih dari 1000 tahun umurnya. Maka sebagian
orang
menganggap batik sudah ada dalam masa itu. Sebagian lain berpendapat
bahwa
motif-motif kuno itu mungkin sudah dikenal pada waktu itu tetapi tidak
berarti
bahwa sudah diterapkan dalam pembatikan. Tiap desain geometris mempunyai
nama
dan arti simboliknya sendiri. Mula-mula arti khususnya asal mula
menentukan
bagi saat-saat motif dipakai.
Demikian 3 perbedaan dasar dari pakaian adat Jogjakarta dan Surakarta. Semoga bisa menambah pengetahuan budaya anda.
0 comments:
Post a Comment